b374k
v10
today : | at : | safemode : ON
> / home / facebook / twitter / exit /
name author perms com modified label

Arti Bahagia Gembel Eulite rwxr-xr-x 1 Minggu, November 14, 2010

Filename Arti Bahagia
Permission rw-r--r--
Author Gembel Eulite
Date and Time Minggu, November 14, 2010
Label
Action
Aku sering bertanya pada banyak orang yang kujumpai, tentang arti sebuah kebahagiaan. Ya, apa arti bahagia?
Teman-temanku selalu bilang, bahwa bahagia itu berarti kita tidak kekurangan apapun. Kita bisa tersenyum menghadapi hari-hari kita, kita bebas tertawa, kita bebas melakukan apapun yang ingin kita lakukan. Bahagia itu berarti tidak ada kesedihan dan penderitaan. Bahagia itu berarti tidak ada sesuatu yang membebani pundak dan hati kita.
Tapi, apa benar demikian?

Bagiku, itu sesuatu yang terlalu idealis dan tidak realistis. Mana ada hidup yang semuanya serba enak dan tidak ada kesedihan di dalamnya? Kalau bahagia berarti harus selalu tersenyum, bagaimana dengan orang yang tidak bisa tersenyum karena kesedihan yang sangat mendalam, atau karena sakit gigi? Bagaimana juga dengan orang-orang miskin dan fakir, yang hidupnya serba kekurangan? Dan rasanya…setiap manusia itu pasti punya beban yang dibawa…
Kalau kata ummiku…
Kebahagiaan itu adalah ketika kita senantiasa memiliki rasa syukur dan kesabaran dalam hidup kita. Karena memang, kunci kebahagiaan adalah rasa syukur dan kesabaran. Orang yang selalu menjadikan rasa syukur dan kesabarannya sebagai landasan untuk menemukan bahagia, ia tidak akan pernah ragu dengan kebahagiaannya. Dan kebahagiaan itu datang hanya dengan hitungan babak atau episode.
Ada sebuah surat yang kutemukan dari file-file yang ditulis ummiku beberapa waktu lalu ketika aku bertanya tentang makna hidup dan kebahagiaan. Kusalinkan untukmu, untuk kita renungi bersama, yang mungkin bisa sedikit membuka mata hati kita sehingga kita tahu, arti sebenarnya dari hidup dan kebahagiaan itu…
Anakku…
Ada hal bagus yang perlu kamu mengerti, bahwa banyak orang meyakini kalau hidup di dunia hanya sementara dan kehidupan di akhiratlah yang abadi. Tapi, hanya sedikit orang yang benar-benar mempersiapkan dirinya untuk ‘pulang’ dengan bekal yang banyak. Padahal, surga dan neraka itu ditentukan oleh banyak-sedikitnya bekal yang mereka bawa. Banyak orang yang tahu bahwa mereka harus beramal agar mendapatkan surga. Mereka tahu bahwa surga adalah tujuan. Tapi, mereka tidak tahu bahwa setiap amalan adalah untuk mencapai keridhaan Allah, di setiap langkah hidupnya.
Orang-orang hanya memperhitungkan shalat, shadaqah, dan ibadah ritual saja yang harus bernilai keridhaan Allah. Padahal, di setiap desah nafasnya, di setiap tarikan dan hembusan nafasnya, harus selalu diperhitungkan nilainya di mata Allah.
Manusia banyak yang lupa bahwa di saat dia mendapatkan musibah atau ujian hidup, di situpun dia harus tetap mampu beramal dengan nilai keridhaan Allah. Di saat dia mengantuk dan tertidur, di situ pun harus dia perhitungkan keridhaan Allah.
Orang-orang yang selalu mengajari dirinya untuk selalu berhitung untuk mendapatkan keridhaan Allah, maka dia menjaga dirinya dari kemunkaran dan dosa.
Maka belajarlah, Anakku…
Orang-orang yang selalu menghitung dan menghisab dirinya, akan menjadikan Allah sebagai satu-satunya Rabb dan Ilah.
Manusia bukan untuk ditakuti atau dimintai penilaian. Karena rasa takut dan malu kita seharusnya hanyalah pada Allah.
Dunia hanya hunian sementara. Orang yang memacu dirinya untuk memiliki bekal agar mendapatkan karcis surga, adalah orang-orang yang benar-benar memahami hakikat hidup.
Sekolah dan kuliah hanyalah wadah dan sarana untuk mendapatkan ilmu. Dengan ilmu, manusia takkan buta untuk bisa mengenal jalan dan memilih jalan terbaik untuk mendekatkan dirinya pada Allah dan meraih barakah-Nya. Sekolah dan kuliah bukanlah sarana untuk bekerja dan mengejar kebahagiaan. Sebab, kenyataan banyak membuktikan, begitu banyak orang yang berhasil dalam studi dan karirnya, tapi mereka banyak melakukan penyimpangan-penyimpangan moral. Mereka tidak bahagia karena hati mereka selalu gelisah dan tidak tenang. Banyak perempuan cantik yang berhasil mendapatkan cinta lelaki tampan, tapi akhir dari pernikahan mereka adalah kehancuran.
Lantas, dimanakah bahagia itu?
Demikian juga yang melanda kehidupan para ummahat, wanita-wanita beriman. Mengapa dalam kehidupan rumah tangga mereka juga dilanda prahara? Atau bahkan berbuntut perceraian? Padahal kita tahu mereka adalah orang-orang yang paham diin. Sangat paham…
Ya, karena rata-rata mereka tidak tahu apa persepsi bahagia itu. Dunia ini hanya sementara, Anakku…
Hidup hanya dengan bilangan tahun. Umumnya, paling lama seratus tahun…
Tidur hanya dalam bilangan jam…
Makan juga memiliki waktu dan kemampuannya pun juga dengan bilangan…
Semua dengan bilangan.
Untuk itu kita harus menyadari, apapun yang terjadi di dunia ini hanya dengan hitungan bilangan. Artinya, semua serba singkat dan bersifat sementara.
Begitupun dengan bahagia. Dia akan datang hanya dengan hitungan babak atau episode.
Jadi, jangan tuntut hati dan pikiranmu untuk mengharapkannya selalu datang dan abadi.
Orang-orang beriman adalah orang-orang cerdas. Apapun episode dan babak yang muncul dalam kehidupannya adalah sesuatu yang harus dinikmati dan disyukuri. Baik itu sedih, senang, sakit, menderita, bahagia, atau apapun namanya.
Kemampuan yang dimiliki oleh seorang yang mengaku dirinya beriman kepada Allah dan Rosul-Nya dalam menikmati dan mensyukuri apapun yang Allah hadirkan dalam kehidupannya adalah sebuah kebahagiaan.
Contohnya?
Manakala seorang mu’min diberi sakit oleh Allah, maka dia mensyukurinya. Karena dia sangat tahu Allah berkehendak menghilangkan sebagian dari dosa-dosanya. Bahagia? Tentu.
Manakala seorang mu’minah hidup dalam keadaan miskin dan serba kekurangan, maka dia ganti rasa lapar perutnya dengan mengenyangkan lisannya dengan dzikir dan kesabaran yang banyak. Husnuzhannya pada Allah semakin bertambah. Karena ia yakin, di surga kelak, rizkinya tidak akan terkurangi dengan apa yang sudah dinikmatinya di dunia. Bahagia? Tentu saja. Siapa yang tak inginkan surga?
Manakala seorang mu’minah menemukan dan mendapatkan kezhaliman dari suaminya. Maka dia hisab dirinya. Siapa tahu, tabiat-tabiat dan akhlak yang buruk juga masih dia miliki hingga Allah memberinya ujian seperti itu. Atau dia gunakan kekuatan dzikirnya untuk meminta pada Allah agar suaminya yang zhalim berubah menjadi suami yang shalih. Atau dia mempertaruhkan kesabarannya agar jelas bagi Allah, apakah ia mu’minah sejati atau bukan. Dan ia sangat tahu, pertemuannya dengan suaminya adalah hak Allah, hingga urusan berpisah pun dia serahkan pada Allah.
Kesabaran adalah buah dari amal shalih, Anakku…
Jika kamu tidak memiliki kesabaran, maka tanyakanlah pada dirimu sendiri, bagaimana penilaian Allah atas amal shalihmu?
Rasa syukur dan kesabaranlah kunci dari sesuatu yang disebut dengan bahagia.
Orang yang selalu menjadikan rasa syukur dan kesabarannya sebagai landasan untuk menemukan bahagia, ia tidak akan pernah ragu dengan kebahagiaannya.
Tapi, orang yang bahagia tanpa landasan syukur dan sabar, akan selalu ragu dengan bahagianya. Dia akan selalu was-was, dan bertanya-tanya, akankah kebahagiaan ini abadi?
Ujian hidup akan selalu datang silih berganti. Susah, senang, dihargai, tidak dihargai, atau apapun namanya.
Jangan terlalu menuntut banyak akan bahagia, karena kita akan kecewa. Mengapa? Karena bahagia di dunia itu hanya bersifat sementara.
Mulailah berhitung untuk meraih keridhaan Allah dalam setiap desah dan hembusan nafasmu. Keridhaan Allah akan membuahkan surga untukmu.
Jika apa-apa yang ada di dunia ini semuanya bersifat pendek dan tidak kekal, kenapa kita harus mengejar dunia?
Di surga, semua bersifat abadi. Di sana, tidak akan ada derita, kesusahan, airmata…Yang ada hanyalah kebahagiaan dan kenikmatan…
Untuk itulah, Anakku. Mumpung kesempatan itu masih ada, jangan habiskan umurmu untuk hal-hal yang sia-sia. Jangan biarkan hari-harimu terlalui dengan kebetean, dengan kebosanan…
Sebarkanlah senyum, berbaik sangka, dan selalu optimis. Basahi lisanmu di setiap detik yang kau lalui dengan dzikrullah. Dengan itu, perlahan kamu akan meninggalkan kesia-siaan yang saat ini masih bersamamu…
Kebersamaan akan ada akhirnya. Tapi, perpisahan bukan untuk disesali. Karena memang pertemuan akan menjadi berarti ketika perpisahan itu ada. Kita tetap memiliki harapan agar di suatu tempat yang abadi dan indah, kita akan bersama kembali menikmati hasil jerih payah kita yang saat ini masih kita perjuangkan. Percayalah…
Hidup itu, sahabatku…
Adalah sebuah perjalanan singkat. Di dalamnya terdapat banyak pilihan yang harus diperjuangkan. Karena itu…mari gunakan waktu kita di dunia ini dengan sebaik-baiknya. Kita akan selalu memiliki cukup waktu jika kita mempergunakannya dengan tepat.
Jadikanlah Allah sebagai satu-satunya pengharapan…
Jadikanlah Allah sebagai satu-satunya tempat bersandar…
(Untuk ummi, yang tak pernah lelah mencintaiku dan tak pernah berhenti untuk mengajariku bijaksana…)





1 Komentar:

Anonim mengatakan...

Ehem....
good!!!
asli nggak nich??? Ntar jangan2 copas ageee...

Opss... tetap harus positif thinking, mau nyontek kek, nyalin kek, copas kek ato apalah yang penting aquw menikmati coretan ini
Thank's

Posting Komentar

 

Jayalah Indonesiaku © 2010 Koran Bekas
VB (Vio b374k) Template design by p4r46hcyb3rn3t